Kamis, 23 November 2017

Sejarah Persia Kuno dan Awal Munculnya Agama Zoroaster

      A.  Sejarah Persia Kuno
Sejarah kelahiran dan perkembangan agama Zoroaster tidak bisa dipisahkan dari kerajaan Persia. Sebab perkembangan agama ini memang tidak terlepas dari peran penguasa yang memerintah Persia, hingga agama ini pun menjadi agama resmi di negri tersebut.[1]



Selama ini, banyak orang yang menggunakan nama Iran dan Persia untuk menunjukkan wilayah yang sama. Padahal, sebenarnya antara keduanya terdapat sedikit perbedaan. Seperti yang tercatat dalam sejarah, salah satu rumpun bangsa Aria, yaitu bangsa Media, mendiami wilayah Iran bagian barat. Sedangkan rumpun bangsa Aria lainnya, yaitu bangsa Persia, mendiami wilayah Iran bagian selatan. Baik bangsa Media maupun Persia, keduanya tunduk pada kekuasaan bangsa Assyria. Namun, sejak tahun 1000 SM, bangsa Persia berhasil menaklukkan bangsa Media, bahkan menaklukan imperium Assyria. Sejak itulah, wilayah Iran dikenal dengan nama Persia.[2]
Kekaisaran Persia tersebut didirikan oleh Cyrus The Great atau Koresh yang Agung (559-529 SM), cucu dari Raja Kavl Vishtaspa atau dikenal dengan King Hystaspes dalam literatur Barat, yang berasal dari keluarga Hakkham. Imperium Persia ini dengan Dinasti Hakkham atau Dinasti Akhmeniyah (600-331 SM), sedangkan di Barat dikenal dengan nama Dinasti Achaemenids. Kemudian, ibu kota kerajaan dipindahkan dari Balkh ke kota Sussa di sebelah timur Sungai Tigris kemudian ke Persepolis (Istakhri). Kerajaan ini pun menjadi imperium pertama kali. Pada tahun 486 SM, Raja Darius I naik tahta, dan pada tahun 521 SM, ia berhasil menguasai Iran.[3]
Pada tahun 334 SM, Alexander Agung, Kaisar Makedonia, Yunani menyerang Persia dengan membawa sekitar 42.000 pasukan. Setelah dua tahum, Alexander berhasil memenangkan pertempuran melawan pasukan Persia yang dipimpin oleh Raja Darius III. Dalam penaklukan itu, Alexander memerintahkan pasukannya untuk membunuh ribuan tentara Persia dan membakar ibu kotanya, Parsepolis. Hal itu sengaja ia lakukan sebagai balasan atas pembakaran kota Athena yang dulu dilakukan oleh pasukan Persia. Setelah berhasil menaklukkan Persia, Alexander mngikrarkan diri bahwa dialah pewaris tahta raja-raja  Akhmeniyah. Alexander pun mengikuti cara hidup, tradisi, dan budaya Persia, bahkan berusaha meniciptakan kebudayaan baru yang memadukan kebudayaan Persia dengan Yunani.[4]
Alexander memerintah selama 13 tahun. Semasa kepemimpinannya, ia mampu membangun sebuah imperium yang lebih besar dari setiap imperium yang pernah ada sebelumnya. Sewaktu di Babilonia, Alexander tiba-tiba terkena sakit parah dan mengalami demam selama 11 hari hingga akhirnya meninggal pada tanggal 10 juni 323, dalam usia sekitar 33 tahun. Penyebab kematiannya menjadi misteri, namun diperkirakan ia diracun.[5]
Sesaat setelah kematian Alexander, terjadilah perpecahan di antara para panglima militernya. Mereka pun mulai membagi wilayah kekuasaan yang telah ditaklukan Alexander. Wilayah Persia, pada akhirnya, menjadi milik salah seorang jenderal Alexander, yaitu panglima Seleukus. Sejak saat itu, Persia memasuki era pemerintahan kekaisaran Seleukus yang berlangsung hingga tahun 141 SM. Di bawah kekaisaran ini, Persia mengalami babak sejarah yang cemerlang. Kekaisaran tersebut berhasil menggabungkan Asia Kecil, Syam, Irak, dan Iran menjadi satu kesatuan wilayah. Ibu kota baru pun didirikan sebagai pusat pemerintahannya, yaitu Seleukia yang terletak di Tigris, Irak. Dinasti ini juga mempunyai ibu kota kedua di wilayah bagian barat, yaitu Antakya yang terletak di lembah sungai al-Ashi.[6]
Setelah itu, kerajaan Persia dikuasai oleh Kekaisaran Parthia yang menguasai Persia pada tahun 247 SM-224 M setelah berhasil menaklukkan kekaisaran Seleukus. Kekaisaran Parthia disebut juga Dinasti Arcia, yang dinisbahkan pada raja pertamanya, yaitu Arcia I. Nama Arcia kemudian dipakai sebagai gelar untuk seluruh kaisar Parthia, seperti gelar kaisar pada raja-raja Romawi. Kekaisaran ini banyak terlibat serangkaian perang dengan imperium Romawi. Mereka bahkan pernah meraih kemenangan gemilang atas Romawi pada tahun 54 SM. Kemenangan ini menjadikan Persia sebagai satu-satunya kekuasaan terbesar dunia saat itu. Meskipun rentang masa pemerintah kekaisaran ini mencapai 5 abad lebih, namun tidak meninggalkan banyak jejak peradaban sebagaimana kekaisaran Persia lainnya.[7]
Ketika Artabanus IV menjadi raja, kekaisaran Parthia dikalahkan oleh Ardashir I. Sejak itu, kerajaan Persia dipimpin oleh kekaisaran Sasanid yang didirikan oleh Ardashir I yang berkuasa pada tahun 224 M. Pada masa dinasti ini, peradaban Persia dan Zoroaster kembali dihidupkan, sekaligus membangun kembali tradisi Persia penginggalan dar Dinasti Akhmeniyah. Dinasti ini juga melakukan hubungan dagang dengan pihak musuh utama mereka, yaitu Romawi (Byzantium).[8]
Ardhasir memiliki posisi yang tinggi dalam sejarah orang-orang Iran. Ia dipandang sebagai sosok yang berhasil menyatukan bangsa Iran, orang yang menghidupkan kembali ajaran Zoroaster, sekaligus sebagai pendiri Imperium Pahlavi. Ardhasir wafat pada tahun 240 M dan digantikan oleh putranya, Shapur yang kembali memerangi Byzantium, dan berhasil menaklukkan kaisar Romawi.[9]
Itulah sekilas peradaban Persia Kuno yang memiliki peran cukup besar terhadap perkembangan agama Zoroaster.

      B.  Awal Munculnya Agama Zoroaster
Tidak ada jawaban yang pasti. Akan tetapi, para peneliti bersepakat bahwa Zoroastriansme lahir di dunia kira-kira 2000-1800 SM. Pendapat ini berdasarkan zaman saat “tokoh utama” agama ini (Zarathustra) hidup.[10]
Apabila dilihat dari perkiraan tahun munculnya agama Zoroaster, maka tidak diragukan lagi bahwa agama ini merupakan salah satu agama wahyu yang tertua dan masih hidup sampai sekarang. Agama ini pun pernah menjadi agama negara bagi tiga kerajaan besar di Iran yang hidup dan berkembang hampir berkesinambungan sejak abad ke-6 SM sampai abad ke-7 M, serta banyak menguasai daerah Timur Dekat dan Tengah.[11]


Setelah Zarathustra berhasil mengembangkan ajarannya di Persia, raja-raja dari Dinasti Achaemenids menjadi penganut agama Zoroaster sampai pada raja Darius III (363-331 SM). Ketika Imperium Persia ditaklukkan oleh Alexander the Great, agama Zoroaster semakin meredup, kemudian berlangsung Hellenisasi yang intensif di seluruh wilayah Persia.[12]
Pada raja-raja Archaemenids tersebut hingga masa tumbanganya  pertumbuhan dan perkembangan agama Zoroaster terbagi atas 3 tahap masa, sebagai berikut:
1.      Masa 600-550 SM (150 tahun), merupakan masa pertumbuhan kekuasaan dan pengembangan agama Zoroaster.
2.      Masa 550-486 SM (65 tahun), merupakan masa perluasan kekuasaan dan perluasan pengaruh agama Zoroaster
3.      Masa 486-331 SM (156 tahun), merupakan masa peperangan yang terus menerus dengan Yunani.[13]
Selama proses Hellenisasi, pemaksaan kebudayaan mitologi dan filsafat Yunani yang berlangsung selama 5 abad di bawah pemerintahan Dinasti Seleucids atau Seleukus (248-226 SM), dan Dinasti Arsacids ini, secara perlahan, peradaban Persia lenyap dan digantikan oleh peradaban Yunani. Selain itu, mitologi Yunani yang memuja Dewa Zeus yang melambangkan dewa Matahari), beserta pemujaan dewa-dewa lainnya diserap oleh masyarakat Persia hingga agama Zoroaster yang asli dan menganut monotesme, digantikan oleh aliran-aliran Mazdaism, Mithraism, dan Machaenism.[14]
Aliran-aliran tersebut kemudian berkembang dan menjadi anutan rakyat umum dari abad ke abad sampai pada masa pertumbuhan dan perkembangan kekuasaan nasional Iran kembali, yaitu Dinasti Sassanid. Adapun aliran yang paling berpengaruh di antara aliran itu adalah Mazdaism, yang lambat laun dikenal dengan agama Majusi, karena upacara-upacara kebaktian dilaksanakan melalui para pendeta kuil yang dipanggilkan dengan kaum Majusi.[15]
Setelah kembali bangkit, meskipun di satu sisi sudah banyak bercampur dengan kepercayaan Yunani, agama Zoroaster kembali meredup. Hal ini disebabkan oleh runtuhnya Dinasti Sassanid. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, tahun 641 M, yaitu pada masa pemerintahan Koshru Yesdegird III (634-641 M), dinasti ini ditumbangkan oleh kekuasaan Islam yang saaat itu dipimpin oleh Khalifah Umar ibn Khattab (634-644 M). Runtuhnya dinasti Sassanid sekaligus menjadi perkembangan terakhir agama Zoroaster sepanjang sejarahnya semenjak 12 abad lamanya.[16]
Sesudah ditaklukan oleh kekhalifahan Umar ibn Khattab sekitar abad ke-7 M, sebagian besar penduduk Persia lambat laun memeluk agama Islam. Sekitar abad ke-10 M, sisa-sisa penganut agama Zoroaster melarikan diri ke Hormusz, sebuah pulau di Teluk Persia. Dari sana, mereka atau keturunannya pergi ke India dan mendirikan semacam koloni. Orang Hindu menyebut mereka Parsees karena mereka berasal dari Persia. Saat ini, diperkirakan 100.000 lebih kelompok Parsees di India, umumnya tinggal di dekat kota Bombay. Meskipun sudah tergusur, Zoroastrianisme tidak pernah lenyap seluruhnya di Iran. Saat ini, populasi Zoroaster di Iran sekitar 25.000 orang dan mayoritas mereka menetap di Teheran, Kerman, dan Yazd.[17]




[1] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 271
[2] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 271
[3] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 272
[4] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 272
[5] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 272
[6] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 272-273
[7] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 273
[8] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 273
[9] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 273
[10] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 275
[11] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 275
[12] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 275
[13] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 275
[14] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 275-276
[15] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 276
[16] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 276
[17] Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 275-276

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenal Agama Zoroaster

Nama Zoroaster, bagi sebagian orang, mungkin masih asing. Andaipun mengetahuinya, kebanyakan orang mengenalnya hanya sebatas sebagai ...